Filsafat Ilmu

Posted by ady putra Rabu, 26 Oktober 2016 0 komentar
Sejarah Perkembangan Ilmu dan Tokoh-tokoh Filsafat pertama Sokrates, Aristoteles, Plato dan kaum Shopis   
Sejarah Perkembangan Ilmu
Perkembangan ilmu hingga seperti sekarang ini tidak berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karena itu, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman kontemporer.
Seringkali masalah filsafat hanya dapat dipahami jika melihat kembali tentang perkembangan sejarahnya. Ahli-ahli besar seperti Aristoteles, Thales, Plato pun hanya dapat dimengerti dari aliran-aliran yang ada sebelum mereka. Aliran yang satu biasanya merupakan reaksi dari aliran lain. Filsafat dan Ilmu yang dikenal di dunia Barat Dewasa ini berasal dari zaman Yunani.
Pemahaman filsafat tidak dapat dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah pemikiran manusia itu sendiri. Sebagaimana pemikiran manusia pada awalnya masih diliputi dengan corak berpikir mitologis yang diwarnai dengan pertimbangan-pertimbangan magis dan animistik terkait dengan corak kehidupannya sehari-hari. Dalam perkembangan selanjutnya manusia mulai berpikir lebih rasional dengan disertai argumentasi yang sistematis dan logis. Dari perkembangan pemikiran inilah muncul beberapa pemikiran filosofis pada masa Yunani kuno antara lain Parmanides, Xenophanes, Thales, Aristoteles, Herklitus dan Pythagoras. Dari sinilah sejarah filsafat mulai muncul 
Tokoh-tokoh Filsafat pertama

1.     Socrates (470 SM -399 SM)
Socrates  (470 SM -399 SM) adalah filsuf dari Athena. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupan contoh istemewa selaku filsuf yang jujur dan berani. Socrates menciptakan metode ilmu kebidanan yang dikenal dengan ‘’Maicutika Telenhe‘’, yaitu suatu metode dialektiva untuk  melahirkan kebenaran.
Menurut Plato dan Aristoteles, ia adalah orang pertama yang memperkenalkan cara berpikir induktif dan membuat definisi universal. Cara berpikir ini kemudian dikenal sebagai metode Sokrates. Ia juga orang pertama di dunia yang mengemukakan bahwa di dalam diri manusia terdapat jiwa/ rohani. Ia menyadari bahwa jiwa jauh lebih penting daripada tubuh fisik dan jiwa tidak akan mati. Karena penemuannya inilah, banyak orang menganggapnya sebagai Bapak Psikologi Rasional.
Ia juga menemukan bahwa Tuhan hanya satu dan memiliki kekuasaan terhadap segala sesuatu. Ia menemukan hal ini melalui pemikirannya sendiri, bukan dari Al-Qur’an dan Injil.
     2.  Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles lahir di Stagira, Chalcidice, Thracia, Yunani tahun 384 SM. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia,  Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.  Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.
Tiga bidang ajaran Aristoteles yaitu sebagai berikut:
a)      Metafisika
Metafisika adalah studi tentang being as being (ada sebagai ada). Dimana yang dimaksud being ialah mencakup segala sesuatu, dan didalam ilmu pengetahuan mempelajari sesuatu hal yang memiliki karakteristik tertentu.
b)     Logika
Logika Aristoteles didasarkan atas syllogisme (susunan pikir) yang terdiri atas tiga pernyataan yaitu: Premis mayor yaitu pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya,v Premis minor yaitu pernyataan kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil lingkupnya daripada premis mayor,v Konklusi yaitu kesimpulan yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut yaitu premis mayor dan minor.v
c)      Biologi
Dalam bidang ini, Aristoteles melakukan observasi terhadap telur ayam sampai terbentuknya kepala ayam dan melakukan pemeriksaan anatomi badan hewan dimana yang menjadi prioritas ialah aspek observasi sebagai suatu sarana untuk membuktikan kebenaran sesuatu hal terutama dalam ilmu empiric.


  1. Plato   (427 SM- 347SM)
Plato lahir sekitar 427 SM dan meninggal sekitar 347 SM. Plato adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, penulis Philosophical Dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat.Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles, filsuf yang pertamakali membangkitkan persoalan being(hal ada) dan mempertentangkan dengan becoming( hal menjadi). Dimana tujuannya ialah sebagai cara untuk mencari dasar kebenaran pengetahuan, dan disamping itu beliau juga disebut sebagai seorang eksponen rasionalisme dan eksponen idealisme. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates.
Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, “negeri”) yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan “ideal”.Dia juga menulis ‘Hukum’ dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua.
Plato berhasil mensintesakan antara pandangan Heraklitos dan Parmenides. Menurut Heraklitos segala sesuatu berubah, sedangkan Parmenides mengatakan sebaliknya, yaitu segala sesuatu itu diam. Untuk mendamaikan pandangan ini Plato berpendapat bahwa pandangan Heraklitos benar, tetapi hanya berlaku bagi alam empiris saja. Sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku bagi idea-idea bersifat abadi dan idea inilah menjdai dasar bagi pengenalan yang sejati.
Plato juga sangat memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Pythagoras. Sebab ada hubungan yang erat antara kepastian, matematis, dengan kesempurnaan idea. Keterikatan Plato pada kesempurnaan idea dan kepastian matematik menjadikannya lebih memusatkan penelitian kepada cara berpikir (aspek metodis) dari pada apa yang dapat ditangkap oleh indera. Oleh karena itu, Plato dapat dikatakan seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme manakala menerangkan bidang nilai (aksiologis).



Kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan di Barat
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secaramendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Oleh karena untuk memahami sejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian atau klasifikasi 3secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu periodisasi perkembangan ilmu disini dimulai dari
peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman kontemporer.

1. Zaman Pra Yunani Kuno.
Pada zaman ini ditandai oleh kemampuan :
a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.
b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan
perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. (Rizal Muntazir, 1996)

2. Zaman Yunani Kuno.
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada
masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates, Plato, Aristoteles.

3. Zaman Abad Pertengahan.
Zaman Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

4. Zaman Renaissance.
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas
campur tangan ilahi. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai
dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei.

5.Zaman Modern. 
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoph yang terkenal sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis lurus X dan Y dalam bidang 4 datar. Isaac Newton dengan temuannya teori gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya struggle for life (perjuangan untuk hidup). J.J Thompson dengan temuannya elektron.

6. Zaman Kontemporer (abad 20 – dan seterusnya).
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia menyatakan
bahwa alam itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas, tetapi juga tak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Disamping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain maka Zaman Kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan lain sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam.


Objek filsafat

Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada. ”Objek filsafat itu bukan main luasnya”, tulis Louis Katt Soff, yaitumeliouti segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan mungkin ada menurut akal piirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan forma. Objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Sains memiliki objek material yang empiris. Filsafat menyelidiki onjek filsafat itu juga tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).
Dari uraian yang tertera diatas, maka jelaslah bahwa:
1.      Objek materia filsafat ialah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok, yakni:
a.       Hakekat Tuhan
b.      Hakekat Alam, dan
c.       Hakekat Manusia.
2.      Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akhirya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).

a.      Penyelidikan dan Pembagian Filsafat Menurut Objeknya
Dalam buku Filsafat Agama: Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
a.      Ada Umum
Adalah menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Erops, Ada Umum ini disebut “Ontologia” yang berasal dari kata Yunani “Onontos” yang berarti ada dan dalam bahasa arab sering menggunakan Untulugia dan ilmu kainat.
b.      Ada Mutlak
Adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan dan harus terus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal segala sesuatu. Ini disebut Tuhan. Dalam bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam bahasa arab “Ilah atau Allah.
c.       Comologia
Yaitu filsafat yang mencari hakikat alam, dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. Ada tidak mutlak, mungkin ada dan mungkin lenyap sewaktu-waktu pada suatu masa.
d.      Antropologia
Antropolgia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya. Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropolgia.
e.       Etika
Adalah filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-lain makhluk.
f.       Logika
Logika ialah filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi maka tidak akan ada penyelidikan. Oleh karena itu, dipersoalkan apakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran. Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka penyelidikan akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika. Penyelidikan bahan dan aturan brpikir disebut ilogica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan ada pula yang menyebut Critia, sebab akal yang menyelidiki akal.
Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaanya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen Qur’anik. Dalam hubungan ini objek kajian filsafat dalam tema besar adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan lebih spesifik sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai semangatnya sendiri-sendiri

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.
1. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Oleh karena itu ciri dari ilmu adalah empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap dan evolutif. Oleh karena untuk memahami sejarah perkembangan ilmu harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Periodisasi perkembangan ilmu itu bisa dibagi kedalam enam zaman yakni zaman Pra Yunani Kuno, Yunani Kuno, Abad
Pertengahan, Renaissance, Modern, dan Kontemporer.
3. Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Para filsuf menggolongkan ilmu pengetahuan berbeda-beda.
4. Dapat disimpulkan bahwa objek material filsafat adalah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok, yakni hakekat Tuhan, alam, dan Manusia

Saran.
Dengan penulisan makalah ini semoga dapat dijadikan salah satu referensi dalam pembelajaran tentang Sejarah Perkembangan Ilmu dan dapat dijadikan penambah wawasan pengetahuan bagi yang membaca.



Baca Selengkapnya ....

Pemilihan Media Pengajaran

Posted by ady putra Kamis, 18 April 2013 0 komentar

BAB I


PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Anda tentu telah mengenal beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Setiap jenis media pasti punya kelebihan dan kelemahan. Pemahanan masing-masing karakteristik media , akan membantu Anda dalam pemilihan jenis media yang paling tepat untuk kegiatan pembelajaran. Sebelum kita gunakan, media harus kita pilih secara cermat. Memilih media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemilihan itu rumit dan sulit, karena harus mempertimbangkan berbagai faktor.


BAB II


PEMBAHASAN


A. Mengapa Perlu Pemilihan Media?
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Ujung akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih.
Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
B. Pendekatan/ model pemilihan media pembelajaran
Anderson (1976) mengemukakan adanya dua pendekatan/ model dalam proses pemilihan media pembelajan, yaitu: model pemilihan tertutup dan model pemilihan terbuka.
Pemilihan tertutup terjadi apabila alternatif media telah ditentukan “dari atas” (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau tidak mau jenis media itulah yang harus dipakai. Kalau toh kita memilih, maka yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik/ pokok bahasan mana yang cocok untuk dimediakan pada jenis media tertentu. Misalnya saja, telah ditetapkan bahwa media yang digunakan adalah media audio. Dalam situasi demikian, bukanlah mempertanyakan mengapa media audio yang digunakan, dan bukan media lain? Jadi yang harus kita lakukan adalah memilih topik-topik apa saja yang tepat untuk disajikan melalui media audio. Untuk model pemilihan terbuka, lebih rumit lagi.
Model pemilihan terbuka merupakan kebalikan dari pemilihan tertutup. Artinya, kita masih bebas memilih jenis media apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Alternatif media masih terbuka luas. Proses pemilihan terbuka lebih luwes sifatnya karena benar-benar kita sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Namun proses pemilihan terbuka ini menuntut kemampuan dan keterampilan guru untuk melakukan proses pemilihan. Seorang guru kadang bisa melakukan pemilihan media dengan mengkombinasikan antara pemilihan terbuka dengan pemilihan tertutup.
C. Kriteria Pemilihan Media
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
1)                  Tujuan
Apa tujuan pembelajaran (TPU dan TPK ) atau kompetensi yang ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk kawasan kognitif, afektif , psikhomotor atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.
2)                  Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita mengabaikan kriteria ini, maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
3)                  Karateristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.
4)      Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia / yang kita memiliki, cukupkah ? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran ? Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajran ternyata kita kekurangan waktu.
5)                  Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau meyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan beaya tersebut/ apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkan tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal, belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar, dibanding media sederhana yang murah.
6) Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran ? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, petanyaan berikutnya tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses tejadinya gerhana matahari memang akan lebih efektif jika disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada aliran listrik atau tidak punya video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.
7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal ? Dalam hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
8) Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, garafis atau media cetak lain. Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visualnya jelas, menarik dan cocok ? Apakah suaranya jelas dan enak didengar ? Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya. Perlu diinggat bahwa jika program media itu hanya menjajikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi kita gunakan.
D. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran
Pemilihan media merupakan keputusan yang menarik dan menentukan terhadap ketepatan jenis media yang akan digunakan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi efektvitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dalam menentukan ketepatan media yang akan dipersiapkan dan digunakan melakui proses pengam-bilan keputusan adalah berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh me¬dia termasuk kelebihan dari karakteristik media yang bersangkutan dihubungkan dengan berbagai komponen pembelajaran. Belum tentu jenis media yang mahal, yang lebih modern, yang lebih serba maju akan mendukung terciptanya pembela-jaran yang efektv dan efisien . Sebaliknya jenis media sederhana, harganya murah, mudah dibuat atau mudah didapat mungkin lebih efektif dan efisien diban¬ding yang lebih modern tersebut Begitu juga posisi media dalam pola pembela¬jaran yang akan dilaksanakan sangat mempengaruhi keteptan jenis media yang akan digunakan.
Sebelum melakukan proses pemilihan media ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media tersebut
Tujuan pemilihan media harus dihubungkan dengan tujuan dari penggu-naan media. Tujuan penggunaan media dapat bermacam-macam, seperti se¬kedar pengisi waktu, untuk hiburan, untuk informasi umum, untuk pembelajar¬an. Jika tujuan pemilihannya selain bukan pembelajaran, sebetulnya bukan tugas utama teknolog pendidikan. Tetapi kita harus mampu untuk melaksana¬kannya. Jika tujuan pemilihannya untuk pembelajaran harus dilihat peranan¬nya apakah sebagai alat bantu, sebagai pendamping guru, atau sebagai media untuk pembelajaran individual atau kombinasi dari semuanya itu.
Di samping itu jika tujuannya untuk media pembelajaran apakah untuk mencapai tujuan kognitif, afektif atau psikomotor termasuk yang harus diper-hatikan masing-masing dari aspek tujuan tersebut.
Yang harus diperhatikan dalam mempertimbangkan sebagai media pembelajaran apakah untuk sasaran individu, kelompok, atau klasikal, atau untuk sasaran tertentu, misalnya anak balita, orang dewasa, masyarakat petani, orang buta, orang tuli, dan sebagainya.
E. Adanya familiaritas media
Istilah familiaritas berasal dari famili atau keluarga artinya mengenal utuh tentang media yang akan dipilih. Setiap jenis media mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Jika dihubungkan karakteristik setiap media tersebut terhadap komponen pembelajaran akan mempunyai konseku¬ensi yang berbeda. Misalnya dihubungkan dengan tujuan pembelajaran media tertentu secara efektif dan efisien dapat mencapai tujuan kognitif tetapi media tertentu yang lain tidak bisa secara efektif. Begitu juga untuk tujuan afektif dan psikomotor ada beberapa media yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut secara efisien dan efeklif ada juga yang tidak. Jika dihubungkan dengan sasaran belajar, ada yang bisa secara efisien dan efektif untuk individu, kelompok, klasikal tetapi ada juga yang tidak. Jika dihubungkan dengan isi pe¬san yang dipelajari, ada media yang dapat digunakan untuk menyajikan pesan yang bersifat faktual, konsep, prinsip, prosedur, atau sikap, tetapi ada juga yang tidak.
Oleh karena itu sebagai teknolog pendidikan harus mengenal betul sifat dan karakteristik dari masing-masing media tersebut agar media yang akan di¬pilih betul-betul tepat sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembela¬jaran.
Ada sejumlah media pembelajaran yang dapat dipilih atau diperbandingkan
Sekalipun telah dikenal betul tentang sifat dan karakteristik dari berbagai macam media, tidak akan ada gunanya jika tidak tersedia sejumlah media yang akan dipilih. Karena pada hakekatnya pemilihan adalah proses pengambilan keputusan untuk menetapkan media yang paling cocok dipakai untuk kegiatan pembelajaran, berarti harus terdapat sejumlah media yang diperbandingkan. Begitu juga jika jenis media yang diperbandingkan terbatas maka jenis media yang ditetapkan untuk digunakan juga terbatas apa adanya.
Ada sejumlah kriteria atau norma yang dipakai dalam proses pemilihan
Prinsip ini merupakan hal yang terpenting dalam proses pemilihan karena akan dipakai dan digunakan serta menentukan jenis media yang ditentukan. Sejumlah kriteria atau norma yang dikembangkan harus disesuaikan dengan keterbatasan kondisi setempat mulai dari tujuan yang ingin dicapai, fasilitas, tenaga maupun dana, dampak kemudahan yang diperolehnya serta efisiensi dan efektivitasnya.
Penyesuaian dengan keterbatasan kondisi setempat bukan menghilangkan idealisasi norma, tetapi dimaksudkan apakah memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak. Karena itu jumlah dan kedetailan norma atau kriteria yang dikembangkan untuk lembaga satu dengan lembaga yang lain bisa berbeda.
Selain itu sebelum mengembangkan kriteria dan melaksanakan pemilihan media harus diketahui jenis media yang akan dipilih apakah termasuk media by design ataukah by utilization. Karena konsekuensi dan jenis media tersebut berdampak pada penentuan kriteria atau norma yang dipakai. Media by utilization yang dimaksud adalah media yang telah tersedia secara umum dan banyak di lapangan atau di pasaran, tinggal menyesuaikan untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan media by design ada¬lah media yang sengaja dirancang dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Karena itu proses dan kriteria pemilihan yang dipakai tentunya berbeda.
F. Prosedur pemilihan Media pembelajaran
Untuk jenis media rancangan (by design), beberapa macam cara telah dikembangkan untuk memilih media. Dalam proses pemilihan ini, Anderson (1976) mengemukakan prosedur pemilihan media menggunakan pendekatan flowchart (diagram alur). Dalam proses tersebut ia mengemukan beberapa langkah dalam pemilihan dan penentuan jenis penentuan media, yaitu :
1. Menentukan apakah pesan yang akan kita sampaikan melalui media termasuk pesan pembelajaran atau hanya sekedar informasi umum / hiburan. Jika hanya sekedar informasi umum akan diabaikan karena prosedur yang dikembangkan khusus untuk pemilihan media yang bersifat / untuk keperluan pembelajaran.
2. Menentukan apakah media itu dirancang untuk keperluan pembelajaran atau hanya sekedar alat bantu mengajar bagi guru (alat peraga). Jika sekedar alat peraga, proses juga dihentikan ( diabaikan).
3. Menentukan apakah tujuan pembelajaran lebih bersifat kognitif, afektif atau psikomotor.
4. Menentukan jenis media yang sesuai untuk jenis tujuan yang akan dicapai, dengan mempertimbangkan kriteria lain seperti kebijakan, fasilitas yang tersedia, kemampuan produksi dan beaya.
5. Mereview kembali jenis media yang telah dipilih, apakah sudah tepat atau masih terdapat kelemahan, atau masih ada alternatif jenis media lain yang lebih tepat.
6. Merencanakan, mengembangkan dan memproduksi media.
Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam memilih media adalah pendekatan secara matrik. Salah satu dari pendekatan ini adalah yang dikemukakan oleh Alen. Matrik ini memberikan petunjuk yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan jenis tujuan pembelajaran tertentu. Ia menggambarkan tinggi rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi pencapaian berbagai tujuan belajar sebagai berikut :
Matrik kemampuan setiap jenis media dalam mempengaruhi berbagai jenis belajar Untuk menggunakan matrik di atas, terlebih dahulu kita mempelajari jenis belajar mana yang akan dipelajari / harus dikuasai siswa, apakah informasi faktual, konsep, keterampilan dan seterusnya. Setelah itu, kita bisa memilih jenis media yang sesuai dengan jenis belajar tersebut. Caranya dengan melihat dalam kolom yang yang berlabel “tinggi “ yang tertera di bawah kolom jenis belajar. Selanjutnya kita lihat secara horizontal ke kolom paling kiri untuk memperoleh petunjuk jenis media mana yang sebaiknya kita pilih. Jika media tersebut ternyata tidak tersedia, atau tidak mungkin disediakan kareana mahal, tidak praktis, atau tidak sesuai dengan kondisi siswa, dengan cara yang samamaka pilihan kita beralih pada jenis media yang berlabel “ “sedang”. Ini berati kita telah memilih jenis media “terbaik kedua”, bukan yang terbaik.
Sekali lagi, pertimbangan utama dalam memilih media adalah keseuaian media tersebut dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Jika terdapat beberapa jenis media yang sama sama baik dan sesuai, maka prioritas kita adalah memilih jenis media yang murah, lebih praktis dan yang telah tersedia di sekitar kita.


DAFTAR PUSTAKA

Sastrawijaya, Tresna.1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: P2LPTK . Depdikbud
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta P2LPTK Ditjen Dikti.
Wijaya, Cece.dkk.1988. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan. Bandung Remadja Karya.

Baca Selengkapnya ....